: Rudolf Hutabeat
membaca cinta dari gerak bibirmu
yang tak berkata
menyimpan duka teramat dalamnya
aku membaca lukisan buram berdebu
ah, di bibir pantai itu
di sepanjang garis teluk baguala
anak-anak laut menari
bersama gemuruh air dan deru
kapal-kapal layar mereka
: riang, senang dan bersahaja
di atas sana
di daratan yang baru saja
kukenal namanya
: batu merah dan kuda mati
mengingatkanku kembali pada berita-berita
lain yang kubaca di tahun-tahun setelahnya
: jalur gaza!
di mana manusia dan bahkan agama
senang menyebutnya sebagai neraka!
entah di mana lagi keramahan dan sahaja
entah ke mana lagi ketulusan dan cinta
jika ternyata yang kudengar dari puing-puing tersisa
cerita-cerita luka dan tangisan para janda
ambon manise
kota yang baru saja kukenal
nyanyian dan pesta
kemanapun
di mana saja
penghuninya ada
ketika aku datang
sisa-sisa perang
tatap mata garang
puing-puing berserak terbang
dadaku sesak
barangkali mereka tak pernah tahu
siapa dalang
mereka hanya tahu
kapan berlayar dan kapan pulang
ambon manise
dukamu perih di hatiku
jika aku kembali ke kotamu
aku ingin membaca cinta
dari gerak bibirmu yang ceria
yang senantiasa memaksaku
mengingat keramahannya
februari, 2004
No comments:
Post a Comment