Narsis (narsisme), identik dengan kesombongan, sok, merasa paling apa saja. Pokoknya paling-paling deh! Teknologi, dalam perkembangannya, paling menghargai narsis sebagai sebuah cara. Entah untuk apa saja. Bias sublimasi. Dapat digunakan pula untuk komunikasi. Di suatu kesempatan ia bisa menjadi ajang refleksi. Renungan tentang aku, kita dan yang lain. Narsis bagi kapitalisme adalah bentuk selling yang lain. Selling saling menguntungkan. Selalu ada cerita tentang bagaimana mendulang dollar lewat ajang ini.Dalam beberapa tahun terakhir, blog begitu diminati. Ajang narsis, bernama blog ini, secara luar biasa memiliki nilai rating tinggi. Bagi pengguna internet, mereka yang suka iseng dengan hal-hal baru, ngelamun apa saja bahkan menawarkan diri, blog seperti sebuah pilihan pertama. Seorang kawan pernah bercerita kepada saya. Kawannya kawanku, katanya, diundang ke Amerika karena situs dirinya itu. Blessing in disguise. Berkah teknologi.Blog laiknya sebuah buku diary. Apapun ceritanya, blog tahu cara mengatasinya. Adakah sisi edukatif dari blog? Mungkin jawabnya bisa ya bisa saja tidak! Bergantung dari sudut kemanfaatan macam apa ia digunakan. Secara gampang, saya lebih ingin mengatakan nilai edukatifnya lebih bernilai. Tentu saja ada sisi non edukatif. Bahaya penyimpangan penggunaannya. Sebagai contoh, blog bisa berupa jalan alternative persebaran pornografi.
Bagaimana mengatasinya? Apa harus diblokir pula? Atau masalah kita terletak pada euphoria saja. Artinya melihat sesuatu yang baru, demam! Karena itu, ingin coba-coba. Coba ini, coba itu. Jadi, mungkin tantangan kita ada pertama-tama pada diri sendiri. Selama sebagai manusia, kita membutuhkan orang lain. Katakanlah sistim social kita, misalnya. Dengan ini, bisa dilihat dari aspek pendidikan, kebijakan-kebijakan pemerintah, dll.
Intinya, semua pertautan nilai yang kita transaksikan di dunia maya haruslah bermuara pada rasa kedewasaan kita sendiri. Ah, benarkah?!
Bagaimana mengatasinya? Apa harus diblokir pula? Atau masalah kita terletak pada euphoria saja. Artinya melihat sesuatu yang baru, demam! Karena itu, ingin coba-coba. Coba ini, coba itu. Jadi, mungkin tantangan kita ada pertama-tama pada diri sendiri. Selama sebagai manusia, kita membutuhkan orang lain. Katakanlah sistim social kita, misalnya. Dengan ini, bisa dilihat dari aspek pendidikan, kebijakan-kebijakan pemerintah, dll.
Intinya, semua pertautan nilai yang kita transaksikan di dunia maya haruslah bermuara pada rasa kedewasaan kita sendiri. Ah, benarkah?!
=))
ReplyDelete