: paradewa
puisiku tak bermazhab
sebagaimana sastra umumnya dikenal
kau sendiri tahu akar sejarah
bergerak ke batang menuju dahan ranting
hingga ke pucuk daun lalu jatuh melesat jadi saripati
sebelum ditemukan kumbang pengisap madu
asal segala kembang jadi buah
ancak sesembah dewi sri
mungkin bagimu
inilah lelucon norak yang datang dari jaman gaduh
lahir karena salah urat yang dikirim angin puting beliung
kepada penangkap capung sebelum mengambil getah nangka
namun semakin sumir terdengar hembus suara mantranya
o o o
tong tong nih anak lu cina ain bawa gelang
tong tong nih anak lu cina ain bawa gelang
ingatanku sedang mencari hulu
agar tepat jalan ke bentang muara
setiap berhenti singgah selalu sempat kupandang
ganggang lumut cere sepat rumput ilalang
di kampungku tak kutemukan laut
kuserahkan saja padamu pengartian gelombangnya
aku sendiri merasa asik saja menganyam jaring
memastikan waktu menangkap ikannya
di tempatku dulu biasa memanggil semut
dengan mantra katelku aliya kusebut
sebagai pemintal benang
agar datang semut-semut geramang
di sana tak ada yang mencintai puisi
seperti caraku saat ini
tetapi ibuku selalu berlinang
jika kubacakan padanya berulang
februari, 2009
No comments:
Post a Comment