Peristiwa kematian, di manapun sama saja. Menyisakan kesedihan mendalam bagi mereka yang ditinggalkan. Drama tentang airmata yang berurai. Tentang hiruk pikuk para pelayat. Mereka yang mendoakan. Mungkin pula ada yang sumpah serapah. Hakikatnya boleh jadi sama: mengenang si mati. Entah kenangan yang mana mereka ingat. Semua tersimpan di hati. Tak ada yang bisa menceritakan. Kecuali diri kita sendiri.
Dalam kematian kita dianjurkan mengenang yang baik-baik dari si mayit. Berusaha memaafkan apa yang dilakukannya semasa hidup. Mencoba ikhlas. Dan sejauh mungkin ikut menjadi pengiring kepergiannya di tempat terakhir. Selamat beristirahat. Rest in peace. Selamat jalan. Semoga ada pelajaran dari mereka yang telah lebih dulu.
*****
Tentang drama itu tak ada yang paling ditunggu-tunggu pementasannya. Tak ada berita yang tak mungkin luput dari headline. Masa menunggu itu, diselingi beberapa babak drama lain yang mengitarinya. Drama tentang kemarahan, kekecewaan, tentang segala hal keberatan-keberatan orang. Drama yang telah lama dinanti sejak kejatuhannya. Inilah drama kolosal. Melibatkan puluhan ribu orang yang berdesak. Disaksikan jutaan pasang mata. Semua menghadap layar kaca. Mengikuti menit demi menit babak ceritanya.
Hari ini, begitu pengumuman resmi membacakannya. Pkl. 13.10 WIB telah berpulang bekas penguasa 32 tahun orde baru: HM. Soeharto. Pada tanggal 27 Januari 2008, setelah 24 hari bertarung dengan teknologi. Peralatan canggih, para dokter spesialis. Tapi, kali ini ia bertarung sendirian. Tak ada komando. Kecuali sepi dan kesendirian. Melawan sesuatu yang seharusnya tidak perlu: sunatullah. Hukum alam. Tentang usia. Tentang hidup yang bergerak menemukan jalan kematiannya.
Seorang kawan di hari kematian itu berkirim sms kepadaku: “secara pribadi maafkan kejahatan DIKTATOR itu. Sebagai warganegara menyesal tidak ada kepastian hukum atas SOEHARTO. Ini pelajaran pahit! TOLAK PENGIBARAN BENDERA SETENGAH TIANG”. Aku pun tak bisa menjawab. Apakah penting pula membalas sms. Aku tidak tahu. Apa memang seharusnya begitu. Atau menyimpannya saja dalam hati kita masing-masing.
Ataukah drama kematiannya adalah juga cerita beberapa babak yang terus akan berlangsung. Babak-babak cerita tentang orang-orang dekat. Anak emas. Tentang mereka yang lebih dulu mendulang citra. Mungkin pula sekarang sedang berpikir menutup atau membuka lubang selamat. Ini babak cerita tentang orang-orang yang ingin menemukan dirinya di tengah keramaian nan sepi. Juga cerita tentang kesepian dan keramaian.
Kawan! Mungkin babak-babak dari drama kolosal ini belumlah rampung dipentaskan. Mungkin pula masih ada cerita atau masih ada segelintir penulis naskah sedang menyusun plot cerita baru. Sekali lagi rasanya kita perlu menunggu. Dalam masa menanti itu rasanya manusiawi pula lah kita menyaksikan drama ini dengan kata-kata: We will be (still in) waiting! Forever…forever… whenever… whenever… Sayonara…..
wah ini blog dengan postingan bagus. boleh dong silaturahmi ke blog ku. salam
ReplyDelete